Selasa, 02 Maret 2010

Penarikan Sampel Acak Berstrata

Definisi:
• Suatu metode di mana populasi yang berukuran N, dibagi-bagi menjadi subsubpopulasi yang masing-masing terdiri atas N1, N2, N3, N4, …, NL elemen
• Di antara dua subpopulasi tidak boleh ada yang saling tumpang tindih sehingga N1+N2 + N3 + N4 + … + NL = N, selanjutnya setiap anak populasi disebut sebagai strata (stratum)


• Setelah strata terbentuk, menarik sampel dari masing-masing strara secara terpisah (independent). Ukuran sampel yang ditarik masing-masing strata sebesar n1, n2, n3, n4, …, nL
• Dalam pembentukan strata, diusahakan agar elemen-elemen yang hampir sama dimasukkan ke dalam satu strata sehingga varians di dalam masing-masing strata menjadi homogen. Selain itu, akan lebih baik lagi jika perbedaan rata-rata karakteristik antarstrata dibuat sebesar mungkin perbedaannya
• Pada penerapan rancangan sampel berstrata perlu diperhatikan variabel apa yang digunakan sebagai dasar pembentukan strata, alokasi sampel pada masing-masing strata, dan ukuran sampel yang diperlukan untuk menduga statistik dengan presisi yang dikehendaki.


Keuntungan dan kerugian
Keuntungan penerapan penarikan sampel berstrata:
a. Dapat diperoleh nilai estimasi dengan presisi lebih tinggi untuk setiap strata maupun untuk populasi secara keseluruhan
b. Pada setiap strata dapat dipergunakan rancangan penarikan sampel yang berbeda, tergantung keadaan setiap strata dan kebutuhannya
c. Setiap strata dapat dianggap sebagai populasi tersendiri sehingga bisa saja menentukan presisi yang dikehendaki pada setiap strata dan disajikan tersendiri.
d. Secara administratif, pelaksanaannya manjadi mudah

e. Biaya pengumpulan dan analisis data seringkali dapat diperkecil dengan adanya pembagian populasi yang besar menjadi stratastrata yang lebih kecil.


Kerugian:
a. Sering dijumpai kenyataan bahwa dasar yang tepat untuk mengelompokkan data sulit diperoleh. Akibatnya, strata yang dibuat tidak sesuai dengan tujuan
b. Diperlukan sebuah kerangka sampel yang terpisah dan berbeda untuk setiap kelompok.


Notasi
Misalkan suatu populasi berukuran N dibagi menjad L strata dan penarikan sampel dilakukan pada setiap strata secara acak sederhana tanpa pemulihan, notasi-notasi yang digunakan sebagai berikut:

Alokasi Sampel
Beberapa metode mengalokasikan sampel ke dalam tiap strata, antara lain:
1. Alokasi Sembarang
Misalkan suatu populasi berukuran N dibagi-bagi ke dalam L strata sedemikian sehingga N1 + N2 + N3 + N4 + … + NL = N dan total ukuran n dialokasikan ke setiap strata-strata secara sembarang (berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti) sedemikian sehingga n1 + n2 + n3 + n4 + … + nL = n
2. Alokasi Sama
Misalkan suatu populasi yang berukuran N dibagi-bagi ke dalam L strata sedemikian sehingga N1 + N2 + N3 + N4 + … + NL = N dan total ukuran sampel n dialokasikan ke setiap strata secara sama maka ukuran sampel pada setiap strata adalah:

3. Alokasi Sebanding
• Dipergunakan bila rata-rata antara strata yang satu dengan strata lainnya berbeda
sekali dan varians strata tidak tersedia
• Misalkan total ukuran sampel sebesar n dialokasikan ke dalam setiap strata
sebanding terhadap ukuran setiap strata (Nh) maka besarnya ukuran sampel pada
setiap strata dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

4. Alokasi Optimum
Mengalokasikan sampel yang berukuran n ke dalam setiap strata sdemikian sehingga diperoleh varians sekecil mungkin dengan biaya yang tersedia atau meminimumkan biaya dengan varians tertentu. Fungsi biaya yang sederhana dalam penarikan sampel acak berlapis adalah:

Penentuan Ukuran Sampel
• Penentuan ukuran sampel sangat tergantung pada presisi (d) dan tingkat reliabilitasnya (z) yang dikehendaki
• Kaitannya dengan penentuan ukuran sampel terdapat hubungan antara presisi, tingkat reliabilitas, dan varians bagi statistik yang akan diduga dirumuskan dalam bentuk
d2=Z2V(θst)
• Besarnya ukuran sampel, selain tergantung pada besaran-besaran tersebut juga tergantung pada tipe alokasi sampel ke dalam setiap strata.
• misalkan untuk menduga rata-rata dengan presisi d0 dan tingkat reliabilitas yang dikehendaki Z0, maka besarnya ukuran sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing tipe alokasi sampel ke dalam setiap strata adalah sebagai berikut:

Dengan melihat rumus-rumus yang digunakan untuk penentuan ukuran sampel maka dapat disimpulkan bahwa pada suatu strata tertentu, ukuran sampel lebih besar apabila:
a. ukuran strata lebih besar,
b. strata lebih bervariasi karakteristiknya (heterogen),
c. strata yang biaya per unit sampelnya lebih murah.

Tangisan Jiwa


Karya Iqbal fardian


berlinang air mata
tercurah membasahi luka
luka yang tiada pernah berujung
perih begitu menghujam dalam jiwa
tangisan ini takkan berakhir
tak ada sesal…
tak ada benci…
hanya luka…
luka…
luka…
berbekas…
dan takkan menghilang
menghantui dalam seluruh waktu
menertawai dalam seluruh waktu
memecah menjadikan luka-luka baru
tersudut dalam ruang gelap
diantara silaunya sorotan mata
kekecewaan…
berlalu tanpa berakhir
dengan langkah terlunta-lunta
menghakimi diri dengan kekecewaan
menghakimi diri dengan kelusuhan
terhempas dalam ruang gelap
diantara ricuhnya suara
berdengung mencekik telinga
kehancuran…
kehancuran…
kehancuran…
Hampir diri ini terjerembab dalam kubangan nista
Hampir diri berlumur hampa
Hampir diri ini berkubang dalam Noda………dalam kubangan nista dan dosa…..


Ya…..Allah Ya Rabb……..
Atas kuasamu aku masih bertahta dalam kebanggaan
Atas kuasa Mu pun aku masih masih bisa bertaubat
Mengangis dan bertutur tiada henti memohon ampunanmu……..

PENDEKATAN SEKTORAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN


Oleh : M. Iqbal Fardian

Salah satu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi regional adalah memberikan otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan program-program pembangunan regional, sehingga seluruh pertanggungjawaban, pengelolaan dan pembiayaannya dilakukan oleh pemerintah daerah.

Namun sebagaimana diketahui meskipun ada otonomi daerah, pembangunan ekonomi didaerah tidak hanya berasal dari program pembangunan regional (sebagai manifestasi dari azas desentralisasi), tapi juga berasal dari program sektoral (sebagai perwujudan azas dekonsentrasi). Kedua program itu dijalankan secara bersama-sama oleh pemerintah dalam rangka menjembatani kesenjangan kemajuan pembangunan ekonomi antardaerah. Tetapi, sampai saat ini program sektoral masih mendominasi program regional, sehingga otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab belum terwujud sepenuhnya.

Pertumbuhan yang tinggi tersebut belum sepenuhnya dinikmati secara merata oleh lapisan masyarakat di daerah. Keragaman ekonomi antardaerah tersebut antara lain disebabkan karena tingkat perbedaan yang cukup berarti dalam laju pertumbuhan antardaerah, potensi antardaerah yang telah dikembangkan, laju pertumbuhan penduduk, laju inflasi, penyerapan tenaga kerja menurut sektor, kualitas sumberdaya manusia, fasilitas yang tersedia antardaerah dan tingkat produktivitas tenaga kerja antar daerah.

Di samping itu ketimpangan antarwilayah terjadi karena struktur ekonomi yang berbeda, dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor lain yang pada gilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Pertumbuhan ekonmi yang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya kontribusinya pada PDRB masing-masing daerah.

Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut pola dan arah investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah dalam wilayah negara kesatuan atau Provinsi, khususnya yang menyangkut investasi dalam sumberdaya manusia dan investasi dalam prasarana fisik. Kondisi ini pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita antardaerah di suatu wilayah, sehingga kecenderungan terjadinya perbedaan dan ketimpangan pada pola, laju pertumbuhan dan pendapatan perkapita antar berbagai kawasan dalam suatu wilayah dalam satu negara.


A. Perencanaan Pembangunan Dalam Sektor Ekonomi

Ciri-ciri perencanaan pembangunan ekonomi :

* Usaha mencapai perkembangan sosial ekonomi mantap (Steady social economic growth). Tercermin pada pertumbuhan ekonomi positif.
* Usaha meningkatkan pendapatan
* Usaha perubahan struktur ekonomi ; Usaha diversifikasi ekonomi
* Usaha perluasan kesempatan kerja
* Usaha pemerataan pembangunan ; DISTRIBUTIVE JUSTICE
* Usaha pembinaan lembaga ekonomi masyaarakat
* Usaha terus menerus menjaga stabilitas ekonomi

Dari sudut pandang ekonomi, perlunya perencanaan adalah :
1. Agar penggunaan sumber pembangunan terbatas dpt efesien & efektif, shg terhindar pemborosan.
2. Agar perkembangan / pertumbuhan ekonomi menjadi mantap
3. Agar tercapai stabilitas ekonomi dalam menghadapi siklus konjungtur.

Syarat-syarat keberhasilan perencanaan :
1. Komisi perencanaan ; terorganisir dan ahli.
2. Data statistik
3. Tujuan
4. Penetapan sasaran & prioritas ; secara makro dan sektoral
5. Mobilisasi sumber daya ; luar negeri & dalam negeri (Saving, Laba & Pajak)
6. Kesinambungan perencanaan.
7. Sistim administrasi yang efesien ; kuat, tidak korup (Lewis)
8. Kebijaksanaan pembangunan yg tepat
9. Administrasi yg ekonomis
10. Dasar pendidikan.
11. Teori konsumsi; menurut GALBRAITH (1962)
12. Dukungan masyarakat; rencana nasional


PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Usaha-usaha perencanaan ekonomi masa ORDE LAMA :

* Tahun. 1947 : PLAN PRODUKSI TIGA TAHUN RI
* Tahun. 1948, 1949 & 1950 Bidang-bidang : Pertanian, peternakan, perindustrian & kehutanan
* Tahun. 1952 : Usaha perencanaan lebih menyeluruh, tetap SEKTOR PUBLIK
* Tahun. 1956 - 1960 : REPELITA
* Tahun. 1961 - 1969 : RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL SEMESTA BERENCANA
Jangka waktu 8 tahun terbagi atas 3 tahun & 5 tahun.



Program STABILISASI & REHABILITASI EKONOMI PEMBANGUNAN sejak ORDE BARU, berpangkal pada NATION BUILDING, meliputi :

1. JANGKA PANJANG : Pendekatan pembangunan utuh dan terpadu (UNIFIED & INTERGRATIF) antar aspek kehidupan masyarakat
2. JANGKA MENENGAH : Pembangunan sektor pertanian dan pengembagnan sektor sosial menuju kesejahteraan & keadilan sosial.

PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENENTU DALAM PEMBANGUNAN :


1. Mengurangi jumlah tabungan yg diciptakan anggota masyarakat
2. Corak penanaman modal lebih banyak untuk pendidikan & sarana sosial
3. Pemerataan pendapatan terjadi jurag antara golongan masyarakat
4. Strategi pemulihan teknologi yang akan digunakan
5. Mempercepat kenaikan produksi barang makanan
6. Perkembangan ekspor impor, ekspor impor

B. Perencanaan Pembangunan Dalam Sektor Politik

Sejak awal kehidupan manusia –berjuta tahun yang lampau– manusia dihadapkan pada berbagai macam perubahan aktual alam semesta di mana dia hidup. Lambat laun, respon atas fenomena alam ini bertransformasi menjadi sikap mengatasi perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara umat manusia, respon atas interaksi sosial ini kemudian mengubah cara dan kebiasaan hidup mereka. Hal ini terus berkembang secara evolutif sekaligus revolutif, hingga sampai pada diketemukannya model pelembagaan pengaturan masyarakat dalam bingkai negara, beserta ilmu yang menyertainya, politik.

Evolusi merupakan kata yang berasal dari bahasa latin yang artinya membuka gulungan atau membuka lapisan. Kemudian bahasa itu diserap menjadi bahasa inggris evolution yang berarti perkembangan secara bertahap. Jadi dapat dikatakan perubahan secara evolutif bersifat linear,

sedangkan revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Karakter kekerasan pada ciri revolusi dipahami sebagai sebagai akibat dari situasi ketika perubahan tata nilai dan norma yang mendadak telah menimbulkan kekosongan nilai dan norma yang dianut masyarakat.

Pemerintah orde baru dibawah kepimpinan Presiden Soeharto, mengedepankan pembangunan ekonomi ketimbang pembangunan dibidang politik. Akibat dari pilihan ini perubahan sosial mengalami stagnasi karena rakyat Indonesia dipaksa berada dibawah kungkungan politik yang diterapkan, demi untuk meciptakan kestabilan politik guna melancarkan program pembangunan ekonomi yang telah dicanangkan. Ketika Reformasi 1998 terjadi, banyak pengamat politik menilai bahwa Indonesia kini tengah memasuki era baru dalam sistem perpolitikan nasional.

Terjadinya penerapan sistem demokrasi yang menggantikan sistem sebelumnya yang banyak dituding sebagai sistem yang bersifat otoriter, meskipun sistem yang sebelumnya berlaku juga berlabel demokrasi.

Kondisi politik pasca Reformasi menjadikan masyarakat dihidangkan dengan dengan sistem baru yang menuntut masyarakat untuk lebih terlibat secara pro-aktif didalamnya. Dalam penerapannya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, sehingga dalam mewujudkannya perlu ada langkah-langkah yang harus dilakukan secara bertahap.

Peningkatan kesadaran politik masyarakat serta penanaman nilai tidak boleh diabaikan, hal inilah yang kita inginkan dalam proses pembangunan politik.

Lucian W. Pye menyimpulkan tiga tema besar yang berhubungan dengan maknapembangunan politik. Pertama, terjadinya pertambahan persamaan (equality) antara individu dalam kaitannya dengan sistem politik, kedua pertambahan kemampuan (capacity) dalam hubungannya dengan lingkungannya, dan yang ketiga pertambahan pembedaan (differentation and spesialitation) lembaga dan strukur didalam sistem politik tersebut. Pembangunan politik dalam hal ini erat kaitannya dengan budaya politik, struktur-struktur politik yang berwenang serta proses politik.

Pertambahan persamaan antara individu akan mengarah kepada upaya untuk menciptakan bagaimana keterlibatan rakyat dalam kegiatan-kegiatan politik yang berlangsung. Dan keterlibatan tersebut harus didasarkan pada pertimbangan kapasitas atau kemampuan seseorang, bukan berdasarkan kepada status sosialnya. Sementara pertambahan pembedaan atau dalam hal ini differensiasi dan spesialisasi mengacu kepada lembaga-lembaga politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsinya dengan jelas dari masing-masing lembaga yang ada. Terakhir, mengenai pertambahan kapasitas berkenaan dengan kemampuan sistem politik dalam memeberikan pengaruh yang positif terhadap sistem yang lainnya, misalnya pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi. Kemiskinan dan kelaparan (musuh utama pembangunan ekonomi) ternyata punya hubungan yang sangat erat dengan demokrasi. Begitu kesimpulan yang bisa kita ambil dari pemikiran Amartya Sen (peraih Nobel Ekonomi tahun 1998). Dari serangkaian penelitian mengenai bencana kelaparan besar di Bengali (tahun 1974), Ethiopia (tahun 1973 dan 1974), Banglades (tahun 1974), dan negara-negara Sahara (tahun 1968-1973) warga India yang mendapat Nobel itu membuktikan bahwa bencana kelaparan lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan ekonomi, macam sistem administrasi dan pengelolaan distribusi pangan, ketimbang karena kelangkaan persediaan pangan atau kegagalan panen.

Menurut Sen represi terhadap aspirasi itulah yang menghambat pertumbuhan ekonomi, hal yang terjadi pada masyarakat autoritarian, negara diktator teknokratis, dalam ekonomi kolonial yang dijalankan oleh negara-negara imperialis dari Utara dan negara-negara baru merdeka di Selatan yang dijalankan oleh pemimpin nasional dari partai tunggal yang tidak toleran.

Sebaliknya, kelaparan secara substansial tidak pernah terwujud di negara mana pun yang independen, yang mengadakan pemilihan umum secara teratur, yang memiliki partai-partai oposisi untuk menyuarakan kritik dan yang mengizinkan surat kabar untuk membuat laporan secara terbuka dan mempertanyakan kebijakan pemerintah.

Perubahan politik di tingkat nasional dapat seharusnya diterima oleh daerah dengan aman, tertib dan damai tanpa gejolak. Pergantian pimpinan daerah berlangsung dengan aman dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut menunjukkan masyarakat dapat menerima proses demokrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Interaksi legislatif dengan eksekutif berlangsung secara harmonis dan dapat melaksanakan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing.

1.Sasaran pembangunan politik sebenarnya adalah penguatan dan penyempurnaan tatanan politik demokrasi yang telah berkembang dan

meningkatkan peran dan fungsi partai politik dan lembaga legislatif.

Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Politik yang akan dilakukan adalah :

a. Mendorong terselenggaranya pendidikan sosial politik ;

b. Mengupayakan terlaksananya komunikasi politik anatara lembaga

eksekutif, legislatif dan masayarakat ;

c. Mendorong terselenggaranya forum-forum dialogis dan forum kondusif

melalui sistem perlindungan masyarakat; Arah kebijakan pembangunan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum dengan dukungan Polri yang profesional.

PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Program pembangunan Bidang Politik yang dilaksanakan di Kabupaten dan Kota adalah :

a. Program Pembinaan Politik di Daerah Di Kabupaten dan Kota agar memiliki tujuan dan sasaran sejalan dengan di tingkat Pusat. Tujuan program adalah meningkatnya peran dan fungsi kelembagaan politik di daerah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa dan masyarakat agar berada pada kedudukan yang cukup memadai dan bersifat kondusif bagi terselenggaranya proses politik secara demokratis yang berlandaskan atas ketaatan terhadap norma dan hukum serta mendukung terhadap setiap upaya penyelenggaraan pembangunan di daerah.

Sasaran program adalah terwujudnya peran dan fungsi partai politik dalam mewujdukan penyelenggaraan sistem politik yang demokratis, dan meningkatnya peran dan fungsi legislatif.

Kegiatan pokok program ini adalah : (a) Meningkatkan kapasitas, peran dan fungsi partai politik ; (b) Meningkatkan kapasitas dan kualitas legislatif daerah (DPRD) ; (c) Memberikan bantuan keuangan kepada partai politik.

b. Program Peningkatan Kualitas Pemilihan Umum Program yang mendukung adalah untuk meningkatkan penyelenggaraan pemilhan umum dengan memberikan peran yang lebih efektif kepada organisasi peserta pemilhan umum, baik dalam perencanaa, pelaksanaan maupun pengwasan.

Kegiatan pokok program ini adalah : (a) Sosialisasi, pelatihan, dan pendidikan politik kepada masyarakat ; (b) Pelibatan organisasi/lembaga

non-pemerintah dalam pembangunan.

C. Perencanaan Pembangunan Dalam Sektor Sosial

Pendekatan pembangunan sosial mengintegrasikan pembangunan kesejahteraan sosial sebagai satu paket dengan pembangunan ekonomi. Hal ini dilakukan untuk mengapresiasikan usaha eksperimentasi dan adaptasi pembangunan sosial ke dalam konteks Indonesia yang sudah banyak dilakukan kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di awal tahun 1970-an. Selain itu juga kita menyaksikan bahwa benih sederhana dari pembangunan sosial dewasa ini sudah mulai diadopsi oleh lembaga-lembaga pemerintah (Effendie, 2009).


Dalam satu dekade kita mencatat usaha kalangan LSM Muslim yang secara sistematis melakukan dari eksperimentasi pembangunan sosial dengan memobilisasi dana-dana keagamaan. Perkembangan yang belakangan penting memperoleh catatan khusus adalah karena mereka tidak mendasarkan program-program mereka pada sumber pembiayaan dari lembaga donor asing maupun pemerintah. Melainkan dari dana masyarakat Muslim sendiri. Semua perkembangan tersebut sesungguhnya adalah modal dasar yang sangat penting untuk terus dikembangkan agar strategi, kerangka kebijakan, dan modal pembangunan di Indonesia dapat secara terbuka dibangun berdasarkan prinsip pembangunan sosial (Effendie, 2009).


Kiprah LSM Muslim dalam melakukan eksperimentasi pembangunan sosial di Indonesia terus berkembang. Mereka terus berkembang walau tanpa benchmark. LSM Muslim tidak saja berkembang di Ibu Kota Jakarta. Tetapi, juga sampai ke daerah-daerah. LSM Muslim yang terus tumbuh melalui penggalangan dana publik antara lain: Dompet Dhuafa Republika, Pos Keadilan Peduli Ummat, Rumah Zakat Indonesia, dan lain-lain. Hasil penggalangan dana publik tersebut kemudian disalurkan melalui program pendayagunaan antara lain: pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana.

Apa yang telah dipraktikkan oleh LSM Muslim tersebut merupakan benih pembangunan sosial yang perlu terus ditumbuhkembangkan. Hal ini menjadi penting karena akan meningkatkan kemandirian. Kita juga ikut bangga karena tanpa bantuan dari donor asing mereka bisa eksis. Hal ini menunjukkan betapa kita mempunyai potensi yang luar biasa kalau kita serius untuk mengembangkannya. Tanpa donor asing pun LSM Muslim telah menunjukkan kepada dunia bahwa mereka mampu untuk menggalang dukungan publik untuk pembangunan sosial di Indonesia.

Edi Suharto mengartikan Pembangunan Sosial sebagai pendekatan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni memenuhi kebutuhan manusia yang terentang mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial. Secara kontekstual pembangunan sosial lebih berorientasi pada prinsip keadilan sosial ketimbang pertumbuhan ekonomi. Beberapa program yang menjadi pusat pehatian pembangunan sosial mencakup pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perumahan, dan pengentasan kemiskinan.


Terkait dengan istilah "Pembangunan Sosial", Midgley (1995: 250) dalam Adi (2003: 49) mendefinisikan pembangunan sosial sebagai: "a process of planned social change designed to promote teh well-being of the populatioan as a whole in conjunction with a diynamic process of development" (suatu proses perubahan sosial yang terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, di mana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi).

Berdasarkan definisi di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pembangunan sosial lebih luas dari pembangunan ekonomi. Pembangunan sosial memberikan perhatian pada terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.


Strategi Pembangunan Sektor Sosial

Perubahan sosial merupakan suatu hal yang dinamis. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan pembangunan sosial diperlukan strategi. Dilihat dari strategi pembangunan sosial yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat, Midgley (1995: 103-138) dalam Adi (2003: 49) mengemukakan ada 3 (tiga) strategi besar, yaitu:

1. Pembangunan Sosial melalui Individu (social development by inddividuals), di mana individu-individu dalam masyarakat secara swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat guna memberdayakan masyarakat. Pendekatan ini lebih mengarah pada pendekatan individualis atau 'perusahaan' (individualist or enterprise approach).

2. Pembangunan Sosial melalui Komunitas (Social Development by Communitites), di mana kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya. Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan komununitarian (communitarian approach).

3. Pembangunan Sosial melalui Pemerintah (Social Development by Government), di mana pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-lembaga di dalam organisasi pemerintah (govenement agencies). Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan statis (statist approach).

Dengan kondisi Indonesia yang begitu kompleks maka ketiga strategi ini perlu terus dilaksanakan. Artinya, ketika pemerintah melakukan pembangunan sosial, maka peran-peran dari swasta dan sektor ketiga (masyarakat madani) terus ditumbuhkan. Sehingga, tidak terjadi dominasi pemerintah dalam penanganan pembangunan sosial. Masing-masing pihak terus menunjukkan kiprahnya. Bahkan, bisa melakukan sinergi untuk memepercepat proses pembangunan sosial.

Perencanaan Pembangunan Bidang Sektor Pertahanan

Penyelenggara pelayanan publik di sektor pertahanan adalah militer. Sebagai instrumen, kinerja yang menjadi tujuan utama keberadaan militer apakah TNI mampu memberikan rasa aman kepada rakyat. Bila faktanya kemudian justru kehadiran TNI justru menimbulkan ketakutan, kinerjanya dalam perspektif pelayanan publik perlu dipertanyakan. Bahkan yang terjadi justru anggaran tak sampai bila militer yang dibiayai terutama melalui pajak ternyata malah menghadirkan ketakutan bagi rakyat.

Dalam Setiap Tahapan Pembangunan idealnya digariskan tiga kebijaksanaan pokok dalam sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional (Hankam- nas).



Pertama : Peningkatan Keamanan dan Ketertiban Dalam Negeri sebagai syarat utama terbinanya Stabilitas Nasional di segala bidang.

Kedua : Konsolidasi kekuatan-kekuatan Pertahanan dan Keamanan Nasional serta realisasi integrasi TNI baik sebagai kekuatan Hankamnas.

Ketiga : Pemeliharaan daya tahan dan kesiapsiagaan kekuatan-kekuatan Pertahanan dan Keamanan Nasional untuk menghadapi segala kemungkinan.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok tersebut di atas di-perlukan untuk menunjang pelaksanaan Tahapan Pembangunan baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya maupun dalam bidang Hankamnas sendiri.

Dalam Tahapan Pembangunan memang belum dilakukan usaha pem­bangunan Hankamnas dalam arti yang sebenarnya, mengingat keterbatasan penyediaan pembiayaan untuk sektor Hankam; dana pembangunan sangat diperlukan bagi bidang sektor lain, khususnya bidang ekonomi. Usaha pembangunan Hankamnas masih terbatas pada usaha dan langkah-langkah konsolidasi kekuatan-kekuatan Hankamnas saja.

Dalam rangka kebijaksanaan pokok yang pertama, kondisi dan situasi keamanan dalam negeri dan ketertiban masyarakat (KAMDAGRI dan KAMTIBMAS) dapat diciptakan dengan baik, sekaligus dapat pula digalang adanya dinamik dalam ma­syarakat yang sedang membangun dirinya.



Secara strategis kekuatan latent sisa-sisa TERORISME dapat dipatahkan sama sekali, usaha penyusunan kekuatan kembali di beberapa tempat ditanah air kita, seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur telah dapat dihancurkan dengan operasi-operasi Intelijen dan Teritorial. Di samping itu secara strategis, kekuatan-kekuatan TERORISME.



Telah dapat dirumuskan satu Konsepsi Strategi Hankamnas yang merupakan bahagian integral daripada Strategi Nasional baik untuk jangka panjang, sedang maupun pendek, baik aspek pembangunan Kekuatan Hankamnas, kemampuan-kemampuan maupun penggunaannya. Mekanisme yang tepat juga sudah terselenggara untuk merealisasikan Konsepsi Strategi tersebut berikut Sistem Pimpinan dan Pengendaliannya.

Doktrin Dasar beserta Doktrin Induk Pelaksanaannya juga telah dapat dimantapkan peng-implementasiannya dalam doktrin-doktrin tersebut diperlukan bagi tercip- tanya kesatuan langkah tindak.

Peremajaan personil TNI terus dilakukan, khususnya peremajaan golongan pimpinan dalam tubuh TNI mendapat perhatian sepenuhnya, mereka inilah yang dalam masa mendatang nanti sudah akan mulai menggantikan pimpinan eselon ter­-tentu dalam organisasi dan tubuh TNI.

Peremajaan materiil seharusnya dilakukan berdasarkan skala prioritas yang tajam dan masih ter-batas pada bagian-bagian yang sangat mutlak dalam menunjang daya mampu operasionil unsur-unsur kekuatan TNI tertentu.

Peningkatan kesiapsiagaan operasionil dapat dilihat hasilnya yang telah dapat dicapai dalam penumpasan tiap-tiap usaha untuk merongrong kemantapan kondisi dan situasi KAMDAG- RI/KAMTIBMAS.

Sebagai kesimpulan kiranya dapat dikemukakan bahwa sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional dalam masa Reformasi ini dapat menunjang sepenuhnya usaha pembangunan nasional dalam keseluruhannya dan inilah hakekat daripada kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepada sektor Hankamnas.

Sasaran pembangunan adalah TNI yang kecil sebagai inti dari kekuatan fisik Hankamnas dengan kwalitas yang tinggi baik mental-moril, fisik-materiil maupun kemampuan teknis­- nya, didukung oleh kekuatan rakyat yang sebagian sudah mulai tersusun, terlatih dan berfungsi dalam membantu pelaksanaan tugas TNI dan tersedianya prasarana produksi dan pemeli-haraan bagi sebagian alat peralatan Pertahanan dan Ke­- amanan.

Sasaran kemampuan dapat ditetapkan sebagai berikut :

Untuk Angkatan Bersenjata RI : (1) Kemampuan strategis untuk dapat mematahkan tiap ancaman bahaya yang timbul dalam wilayah nasional dan kemampuan strategis terbatas untuk penugasan di luar wilayah nasional bila keadaan memak­sanya ; (2) kemampuan untuk menegakkan dan memelihara stabilitas dalam setiap wilayah pertahanan ; (3) kemampuan mengetahui dengan tepat, mengenal, mengikuti, dan menghan­curkan sasaran-sasaran udara yang melanggar kedaulatan kita di udara secara terbatas, khususnya penerbangan untuk tujuan subversi dan infiltrasi ; (4) kemampuan menggalang kondisi yang menguntungkan bagi pelaksanaan Strategi Nasional ; (5) kemampuan mengembangkan kekuatan aktif TNI dalam waktu singkat, setiap saat apabila diperlukan.

Untuk Kekuatan Rakyat : (1) Mampu membantu TNI dalam tugas-tugas pertahanan apabila tumbuh kerawanan dan kegawatan dalam sesuatu daerah tertentu ; (2) mampu mem­- bantu TNI dalam penyelenggaraan tugas-tugas KAMTIBMAS.

Untuk kemampuan-kemampuan dalam prasarana : (1) Ke­mampuan produksi senjata ringan modern beserta amunisinya,alat-alat pengganti tertentu bagi alat-alat berat, bahan peledak, alat-alat instruksi dan lain-lain; (2) kemampuan pemeliharaan semua alat-peralatan yang digunakan oleh TNI.


Literatur :

Abdullah, Oekan S. Prof. Dr. 2005. Bahan Kuliah Program Doktor Universitas Padjadjaran Bandung.

Ackoff, Russell. 1977. National development planning revisited. Operation Research. Vol. 23, No. 2 (March – April, 1977).

Amartya Sen, 1983, Development Economics-Which Way New ? Economic Journal, V 0193, No.372,

Amien, Mappadjantji A., 1999. Metoda Perencanaan Pembangunan Daerah dan Ke-mandirian Lokal, makalah disampaikan pada Lokakarya Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dalam Perencanaan Pembangunan Daerah yang Berbasis Desentralisasi, kerjasama UNDP dengan Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan.

Aziz, Iwan Jaya, 1993. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Blakely, Edward. J. 1994. Planning Local Economic Development. Theory and Practice. Second Edition. Sage Publications, Inc.

Bryant, Coralie& Louiswe G.White. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang.Terjemahan. LP3ES. Jakarta.

Daud, JR. Pahlano. 2005. Menggugat Pembangunan Berkelanjutan. Marine Bio-Ecology Laboratory, Kyushu University, Japan. http://www.mail-archive.com/ filsafat@yahoogroups.com/msg00660.html

Daniel, Dalle Sulekale. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Era Otonomi Daerah. [Artikel - Th. II - No. 2 - April 2003]

Djojohadikusumo, Sumitro. 2000. Pembangunan Nasional dan Daerah Berwawasan lingkungan. Paper.

Jenssen, Bemd (ed), 1992. Planning as Dialog,District Development Planning and Management in Developing Countries, Spring Research Series, Spring Center, Faculty of Spatial Planning, University of Dormund, Dormund.

Kadarmanto, Ibnu. 2005. Bahan TOT Perencanaan Partisipatif bagi tenaga perencana, Lembaga Swadaya Masyarakat.

Koswara (2001). Otonomi Daerah – Untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat. Sembrani Aksara Nusantara, Jakarta

Mubyarto (2001). Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia – Pasca Krisis Ekonomi. BPFE, Yogyakarta

Pamudji, S. Prof. Drs. MPA. 1993. Ekologi Administras iNegara. Bumi Aksara. Jakarta.

Reforma, Mila, 1996. "Urbanisation and Urban Poverty in the Philippines"; di dalam Shubert, Clarence (ed.), 1996. Building Partnerships for Urban Poverty Alleviation,. Community-Based Programmes in Asia. United Nations Centre for Human Settlements

Rudiyanto, Arifin.2004. Urgensi Kerja Sama Pembangunan Sektoral dan DaerahDalam Mendukung Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas Dalam Era Otonomi Daerah

Rubin, J.H. 1993. Understanding The Ethos of Community Based Development. Dalam Hidayat dan Syamsul Bahri (2001). Pemberdayaan Ekonomi Rakyat - Sebuah Rekonstruksi Konsep Community Based Development (CBD). PT. Pustaka Quantum. Jakarta.

Sahdan, Gregorius. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa. [Artikel - Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan - Maret 2005]

Soedjatmoko. 1985. Model Kebutuhan Dasar : Implikasinya Dalam Kebijaksanaan Nasional. Dalam Kasryno & Stepanek. Dinamika Pembangunan Pedesaan. PT.Gramedia. Jakarta

Soerjodibroto, Guritno. 2005. Bahan TOT Perencanaan Pembangunan Partisipatif bagi kalangan Perencana dan Akademisi di Papua.

TNS-IFES. 2003. Survey Opini Publik Papua.

Yeremias T. Keban. 1999. “Capacity Building” sebagai parkondisi dan Langkah Strategis bagi Perrwujudan Otonomi Daerah di Indonesia. JKAP. Volume 3 No. 2. November 1999.

UNDP. 2005. Sintese Pembangunan Provinsi Papua. Laporan. Jayapura.

USAID-Perform. 2003. Modul Pelatihan Perencanaan Partisipatif.